RUKUN WARGA 011 PERUM BEKASI TIMUR REGENSI

-
Tampilkan postingan dengan label rw 011. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rw 011. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 Maret 2018

Honor RT/RW di Kabupaten Bekasi Bakal Naik Menjadi Rp1 Juta


BEKASI – Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat,  berencana menaikan honor ketua RT dan RW hingga mencapai Rp. 1 juta yang akan dilakukan secara bertahap.

Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin mengatakan kenaikan honor RT/RW sudah mulai dilakukan di tahun ini secara bertahap. Kenaikan honor tersebut sebagai bentuk apresiasi pemerintah daerah terhadap ujung tombak pemerintahan.

Pihaknya menjanjikan kenaikan honor RT/RW sampai Rp1 juta. Namun kenaikan itu dilakukan secara bertahap, dan disesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah. “Untuk saat ini, honor RT dan RW berkisar di angka 500 ribu, nantinya akan oleh ditambah agar pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan oleh ujung tombak pemerintahan itu lebih baik,” ujarnya kemarin. Neneng mengakui, honor sebesar Rp 1 juta yang diberikan itu jumlahnya masih sangat kurang jika dibandingkan dengan beratnya tugas dari RT dan RW yang harus melayani masyarakat namun paling tidak dengan adanya honor itu pemerintah daerah telah memperhatikan kesejahteraan mereka.

Share:

Rabu, 21 Februari 2018

Komputerisasi Administrasi Kependudukan dan Keuangan di RW 011


Bekasi - Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dalam memasuki era globalisasi maka perkembangan di bidang komunikasi pun tidak dapat dihindari, dan kebutuhan manusia di bidang komunikasi semakin besar dan semakin luas, tidak terbatas pada suatu daerah saja. Sarana komunikasi yang ditawarkan pun sangatlah banyak dan memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk memilih jenis komunikasi.

Untuk itu, salah satu program kerja Pengurus RW.011 Periode 2017-2022 adalah  pembenahan Administrasi Kependudukan dan Keuangan dengan memanfaatkan Sistem Informasi (Komputerisasi). Sistem informasi pengolahan data kependudukan adalah salah satu sarana yang mempermudah petugas pencatat data penduduk di RW.011 untuk mendata seluruh warga. Selain itu sistem ini juga akan lebih mempermudah masyarakat dalam hal kebutuhan pelayanan surat – surat. Adapun latar belakang diadakannya hal ini adalah permasalahan yang terjadi sebelumnya yaitu yang masih sering terjadi kesalahan dalam mengolah atau mendata penduduk, dikarenakan dalam pengolahanya masih dengan proses yang konvensional. Dengan sistem yang masih seperti itu tentunya masih banyak sekali kekurangan atau kelemahan yang ditemukan. Kekurangan itu seperti halnya pada saat akan membuat laporan jumlah penduduk harus merekap satu persatu dsecara manual dari masing – masing buku tentang peristiwa mutasi penduduk. Kelemahan berikutnya adalah pada saat penginputan data penduduk ke dalam rekapan data harus memasukkan satu persatu tentang data penduduk tersebut berdasarkan kartu identitas yang dibawa penduduk yang bersangkutan. Begitu pula kondisinya sama dengan pengelolaan keuangan yang selama ini berjalan.

Komputerisasi data penduduk dan keuangan ini bermanfaat untuk antara lain :

  1. Mempermudah dan mempercepat proses mencatat dan mengolah informasi data penduduk, sehingga Pengurus RT maupun RW lebih cepat mengetahui data jumlah Kepala Keluarga, jumlah Jiwa, jumlah penduduk tetap dan pengontrak, dan data penduduk lainnya.
  2. Mempermudah dan mempercepat proses dalam mencata dan mengolah informasi data penduduk yang pindah baik pindah masuk, pindah keluar dan pindah RT/RW.
  3. Mempermudah dan mempercepat proses pelayanan publik antara lain  untuk penerbitan surat pengantar domisili, pembuatan KTP, akte kelahiran, kematian, Kartu Keluarga, Surat Pindah, dan surat-surat lainnya.
  4. Mempermudah dan mempercepat pengurus RT/RW dalam memproses data kependudukan yang diminta oleh badan pemerintah lainnya seperti dari Desa, Disdukcapil dalam penyiapan data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) , karena Aplikasi ini memiliki fungsi pencarian data yang Canggih dan Cepat serta kemudahan pembuatan laporan baik dalam bentuk table maupun grafik.
  5. Penegakan hukum dan pencegahan kriminal antara lain untuk memudahkan pelacakan pelaku kriminal.
  6. Alokasi anggaran meliputi penentuan anggaran dana desa dan perhitungan potensi pendapatan.
  7. Pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel.

Aplikasi yang digunakan ada 3 macam, yaitu :
  1. Aplikasi Kependudukan RT
  2. Aplikasi Kependudukan RW (Sistem Informasi Kependudukan)
  3. Aplikasi Bendahara RT/RW

Aplikasi Kependudukan RT


Gambar diatas adalah tampilan aplikasi dengan sistem komputerisasi sebagai pendataan warga masing-masing RT. Program ini bersifart portable sehingga tidak usah di instal di komputer dan bisa di simpan dalam flasdisk sehingga masing-masing RT bisa meng-update warganya kapan saja dan dimana saja. Dengan menggunakan program ini masing2 Pengurus RT tidak perlu input manual dengan menggunakan Excel yang memang terkadang memakan waktu yg cukup lama.

Menu Data Penduduk
Menu Cetak Laporan
Menu Untuk Membuat Surat Pengantar / Keterangan Warga
Menu Untuk Tabulasi Data Warga

Aplikasi Kependudukan RW (Sistem Informasi Kependudukan)


Gambar diatas adalah tampilan aplikasi dengan sistem komputerisasi sebagai pendataan warga di tingkat RW. Perbedaan dengan program RT adalah fitur lebih lengkap dan data warga yang ada adalah dari seluruh warga dari RT.01 – 07 serta berbasis desktop, dimana untuk mengoperasikannya harus registrasi hardware yang akan digunakan, jadi hanya bisa diakses oleh pengurus yang diberikan kewenangan oleh Ketua RW dan di PC/Laptop/Notebook yang telah diregistrasi.

Menu Untuk Menampilkan dan Menambah Data KK
Menu Untuk Membuat Surat Keterangan Warga
Menu Untuk Menampilkan dan Menambah Data Kelahiran
Menu Untuk Menyajikan Laporan


Konsistensi update data kedua aplikasi diatas menjadi penting dimana setiap peristiwa kependudukan terlaporkan dan terekam oleh pengurus RT dan RW ke aplikasi tersebut, terutama pada 3 (tiga) hal penting yang mempengaruhi jumlah penduduk di antaranya:

  1. Setiap peristiwa kelahiran terlaporkan dan tercatat
  2. Setiap peristiwa kematian terlaporkan dan tercatat
  3. Setiap migrasi (pindah, dan pindah datang) penduduk terlaporkan dan tercatat.




Jika 3 (tiga) hal tersebut diatas rutin setiap peristiwa kependudukan terlaporkan dan tercatat, maka harapan pengurus baik RT maupun RW dapat terwujud untuk mendapatkan data penduduk yang sebenarnya.

Aplikasi Bendahara RT/RW


Dan aplikasi ini tak kalah pentingnya untuk transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan di RT/RW. Aplikasi ini untuk input pengeluaran dan pemasukan kas RT/RW, dimana dengan pengoperasian sangat simple dan hasilnya akurat serta penyajian laporannya lengkap maka sangat membantu dan mempermudah tugas bendahara dalam pengelolaan keuangan.

Menu Input Pemasukan / Pengeluaran
Menu Cetak Laporan



Harapan pengurus RW dengan adanya aplikasi-aplikasi tersebut walaupun sangat sederhana dan sangat jauh dari sempurna semoga dapat bermanfaat bagi pengurus RT/RW dalam rangka mewujudkan Administrasi Kependudukan dan Keuangan yang tertib, valid, akurat, dan dinamis guna tercapainya pembangunan lingkungan yang tepat dan akuntabel.

Untuk lebih lengkapnya, simak video berikut : 



Share:

Rabu, 25 Oktober 2017

Sejarah Singkat Kabupaten Bekasi








Kata “Bekasi” berdasarkan penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno), secara filologis berasal dari kata Candrabagha; Candra berarti bulan (dalam bahasa Jawa Kuno berarti “sasi”) dan bagha berarti bagian. Sehingga Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Dalam pelafalannya Candrabhaga sering disebut Sasibhaga atau Baghasasi. Dalam pengucapannya seringkali disingkat Bhagasi, dan karena adanya pengaruh bahasa Belanda maka sering ditulis Bacassie, kemudian kata Bacassie berubah menjadi Bekasi hingga kini. Masa Kerajaan.. Candrabhaga (asal muasal kata “Bekasi”) merupakan wilayah bagian dari Kerajaan Tarumanegara yang berdiri pada abad ke-5 Masehi. Diduga, berdasarkan Prasasti Tugu (yang berada di Cilincing, Jakarta) digambarkan bahwa Raja Kerajaan Tarumanegara (Maharaja Purnawarman) memerintahkan untuk menggali Kali Candrabhaga, dengan tujuan untuk mengairi sawah dan menghindari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan Tarumanegara. Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-7 Masehi, kerjaan yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap wilayah Bekasi adalah Kerajaan Padjadjaran. Hal ini terlihat dari situs sejarah Batu Tulis (di Bogor) yang menggambarkan bahwa Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Padjadjaran dan merupakan salah satu pelabuhan sungai yang ramai dikunjungi para pedagang, sehingga Bekasi menjadi kota yang sangat penting bagi Padjadjaran. Seiring waktu berlalu, kerajaan-kerajaan tumbuh, berkembang,mengalami masa kejayaan,runtuh, muncul kerajaan baru. Kedudukan Bekasi tetap menjadi posisi strategis dan tercatat dalam sejarah masing-masing kerajaan. Terakhir Bekasi tercatat dalam sejarah Kerajaan Sumedanglarang, yang menjadi bagian wilayah Kerajaan Mataram. Masa pendudukan Belanda... Sejarah Bekasi pada masa pendudukan Belanda, hamper sama dengan sejarah Indonesia secara umum, karena letaknya berdekatan dengan Jakarta, maka sejarah Jakarta mulai dari Jayakarta, Batavia, Sunda Kelapa, hingga Jakarta yang kita kenal sekarang melekat erat dengan Bekasi. Berawal pada tahun 1610, saat Pangeran Jayakarta Wijayakrama mulai melakukan perjanjian dagang dengan VOC (VerenidgeOost-indische Compagnie / semacam Kamar Dagang Belanda). Kemudian pada tahun 1614, Gubernur Jendral VOC mendapat ijin mendirikan benteng di sebelah utara keraton, dan pada tahun 1618 Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen memperluas benteng hingga menjadi bangunan yang kokoh dengan setiap sudut benteng ditempatkan meriam yang mengarah ke keraton. Tindakan provokasi dan mengancam ini, menimbulkan kemarahan Pangeran Jayakarta yang kemudian menyerang benteng ini. Serangan ini rupanya sudah diantisipasi VOC, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Pengeran Jayakarta dengan VOC (April-Mei 1619). Sejarah Indonesia mencatat inilah awal bangsa Belanda mulai menancapkan kuku penjajahannya di bumi Indonesia. Setelah menguasai Jayakarta yang kemudian diubah namanya menjadi Batavia (1619), Belanda berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga Kerajaan Mataram, karena kerajaan Mataram mempunyai pengaruh yang sangat besar di Pulau Jawa. Upaya Belanda ini menimbulkan kemarahan Raja Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo. Pada tahun 1628, Sultan mengerahkan pasukan angkatan lautnya sebanyak 2 begodo (setingkat brigade) untuk menyerang Batavia. Namun karena jarak dan waktu yang lama, serangan ini dapat digagalkan Belanda karena kalah persenjataan dan kekurangan pasokan logistic pasukan. Walaupun mengalami kekalahan, pasukan Mataram kembali melakukan penyerangan gelombang kedua. Mereka berangkat ke Batavia pada pertengahan Mei 1629. Pada tanggal 20 Juni 1629 pasukan infantri Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Kyai Adipati Juminah, Kyai Adipati Purbaya, dan Kyai Adipati Puger dengan dibantu oleh Tumenggung Singaranu, Raden Aria Wiranatapada, Tumenggung Madiun dan Kyai Sumenep, menyerbu Batavia. Sepanjang rute perjalanan ke arah Batavia sudah dipersiapkan logistic pasukan. Sejarah mencatat daerah suplai logistik tersebut berada di sekitar wilayah Tegal, Cirebon, Indramayu, Karawang, dan Bekasi (di daerah Babelan). Pasukan Mataram mengepung Batavia dari segala penjuru, tetapi kemudian ternyata Belanda dapat mempertahankan Batavia, bahkan dapat memaksa mundur pasukan Mataram ke daerah pedalaman. Kegagalan ini menyebabkan sebagian besar pasukan Mataram memilih tidak kembali ke Mataram karena titah Raja Mataram (Sultan Agung), akan memenggal kepala pasukan yang kembali ke Mataram apabila gagal dalam penyerangan ke Batavia tersebut. Akhirnya pasukan Mataram ini menetap di wilayah Bekasi dan membaur dengan penduduk asli, terutama di sekitar daerah pantai dan pedalaman, misalnya di Pekopen (Tambun Selatan), Cibarusah, Pondok Rangon dan ada juga yang membuka perkampungan baru. Karenanya di Bekasi terdapat daerah-daerah yang berbahasa Sunda, dialek Banten, Jawa atau campuran. Masa Pemerintahan Hindia Belanda.. Bekasi pada masa ini masuk ke dalam wilayah Regentschap Meester Cornelis, yang terbagi atas empat district, yaitu Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. District Bekasi pada masa penjajahan Belanda dikenal sebagai wilayah pertanian yang subur, terdiri atas tanah-tanah partikelir (tuan tanah) yaitu para pengusaha Eropa dan para saudagar Cina. Distrik Bekasi terkenal subur dan produktif dibanding distrik-distrik yang lain, namun demikian yang menikmati kesuburan tanah Bekasi adalah para tuan tanah, bukan rakyat Bekasi yang masih dalam kondisi serba sulit dan kekurangan. Pada tahun 1913 di Bekasi muncul organisasi Sarekat Islam (SI) yang banyak diminati masyarakat sebagian besar petani, guru ngaji, bekas tuan tanah, dan pejabat yang dipecat oleh Pemerintah Hindia Belanda, serta para jagoan yang dikenal sebagai rampok Budiman (merampok untuk dibagikan kepada orang miskin). Karena jumlah anggotanya cukup banyak, SI Bekasi kemudian menjadi kekuatan yang dominan. Antara tahun 1913-1922 SI Bekasi menjadi penggerak berbagai protes penentangan terhadap berbagai penindasan terhadap petani, misalnya pemogokkan kerja paksa (rodi), protes petani di Setu (1913) hingga pemogokan pembayaran “cuke” (1918). Masa pendudukan Jepang.. Kedatangan Jepang di Indonesia bagi sebagian besar kalangan rakyat Indonesia memperkuat anggapan eksatologis Ramalan Jayabaya, dalam buku “Jangka Jayabaya”, mengungkapkan : ‘‘...suatu ketika akan datang bangsa kulit kuning dari utara yang akan mengusir bangsa kulit putih. Namun, ia hanya akan memerintah sebentar yakni selama ‘seumur jagung’, sebagai ratu adil yang kelak akan melepaskan Indonesia dari belenggu penjajah...” Pada awalnya penaklukan Belanda oleh Jepang disambut dengan suka cita, karena dianggap sebagai pembebas dari penderitaan. Rakyat Bekasi menyambut dengan kegembiraan, dan semakin meluap ketika Jepang mengijinkan pengibaran Bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Namun kegembiraan itu hanya sekejap, selang seminggu Pemerintah Jepang mengeluarkan larangan pengibaran Sang Merah Putih dan Lagu Indonesia Raya diganti dengan pengibaran bendera “Matahari Terbit” dan lagu “Kimigayo”. Melalui pemaksaan ini, Jepang yang semula dibanggakan sebagai “saudara tua” memulai babak baru penjajahan di Indonesia. Kekejaman semakin kentara, ketika menginstruksikan seluruh rakyat Bekasi untuk berkumpul di depan kantor tangsi polisi, untuk menyaksikan hukuman pancung terhadap penduduk Telukbuyung yang dianggap bersalah. Hukum pancung ini sebagai shock teraphy agar menimbulkan efek jera dan takut bagi rakyat Bekasi terhadap Pemerintah Jepang. Selain itu Jepang juga memberlakukan ekonomi perang, padi dan ternak yang ada di Bekasi dihimpun dan wajib diserahkan kepada penguasa militer Jepang. Bukan saja untuk keperluan sehari-hari tapi juga untuk keperluan jangka panjang dalam rangka menunjang Perang Asia Timur Raya. Akibatnya rakyat Bekasi mengalami kekurangan pangan, dan diperparah dengan adanya “romusha” (kerja rodi). Pemerintah militer Jepang juga melakukan penetrasi kebudayaan terhadap rakyat Bekasi, seperti belajar semangat “bushido” (spirit of samurai), pendewaan Tenno Haika (kaisar Jepang), pembentukan Seinenden, Keibodan, Heiho dan tentara Pembela Tanah Air (PETA). Selain organisasi bentukan Jepang, pemuda Bekasi berhimpun dalam organisasi non formal yaitu Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB). GPIB ini didirikan pada tahun 1943 atas inisiatif para pemuda Islam Bekasi yang setiap malam Jum’at mengadakan pengajian di Masjid Al-Muwahiddin (Bekasi), para anggotanya terdiri atas pemuda santri, pemuda pendidikan umum, dan pemuda “pasar” yang buta huruf. Pada awalnya GPIB dipimpin oleh Nurdin, setelah ia meninggal tahun 1944, digantikan oleh Marzuki Urmaini. Hingga awal kemerdekaan, GPIB memiliki banyak anggota dan bermarkas di rumah Hasan Sjahroni di daerah pasar Bekasi. Banyak anggota GPIB bergabung ke BKR dan badan perjuangan yang dipimpin oleh KH. Noer Ali. GPIB banyak memiliki cabang antara lain : GPIB Pusat Daerah Bekasi (Marzuki Urmaini dan Muhayar), GPIB daerah Ujung Malang (KH.Noer Alie), GPIB Daerah Tambun (Angkut Abu Gozali), GPIB Karnji (M. Husein Kamaly) dan GPIB Daerah Cakung (Gusir). Masa Kemerdekaan.. Pada awal Agustus 1945, tanda-tanda kekalahan Jepang dari sekutu kian santer terdengar, terutama di kawasan Asia Pasifik. Setelah bom atom menghujani Hiroshima dan Nagasaki, Jepang menyerah. Gelora kemerdekaan menggema hingga ke pemuda dan rakyat Bekasi. Antusiasme rakyat Bekasi tercermin pada saat diminta mengawal dan menjaga keamanan Bung Karno dan Bung Hatta beserta rombongan yang bergerak ke Rengas-dengklok. Jalur lintas perjalanan rombongan tersebut melewati wilayah Kecamatan Kedungwaringin, Cikarang Timur, dan Karang Bahagia. Rakyat Bekasi menyebut jalur ini dengan Jalan Lintas Proklamator. Esok harinya, hari Jum’at, 17 Agustus 1945 Pukul 10.00 WIB Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya di Pegangsaan Timur 56. Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno – Hatta membacakan Teks Proklamasi yang kemudian disiarkan ke seluruh pelosok Indonesia. Rakyat Indonesia, termasuk rakyat Bekasi menyambut dengan penuh suka cita kemerdekaan tersebut. Sisi lain kabar gembira ini juga menimbulkan kebencian terhadap tentara Jepang, rakyat melampiaskan kemarahannya yang sudah lama terpendam akibat kekejaman tentara Jepang. Peristiwa pelucutan senjata dan pembunuhan juga terjadi di Bekasi, seperti pembunuhan tuan tanah Telukpucung dan penahanan 49 truk milik Jepang (25 Agustus 1945), serta sebuah epos yang memiliki arti yang sangat dalam bagi rakyat Bekasi, keberanian rakyat Bekasi, sekaligus tragis, yaitu Insiden Kali Bekasi yang terjadi pada tanggal 19 Oktober 1945, yaitu pembantaian 90 orang tawanan Jepang oleh rakyat Bekasi di tepi Kali Bekasi. Selain itu terjadi pula Peristiwa Bekasi Lautan Api, yaitu pembumihangusan Bekasi oleh tentara sekutu, Kampung Dua Ratus terbakar, kemudian meluas ke Kayuringin, Telukbuyung, Teluk Angsan dan Pasar Bekasi. Bekasi Timur dan Bekasi Barat berubah seperti api unggun raksasa. Terbentuknya Kabupaten Bekasi.. Berawal pada tanggal 17 Januari 1950, para pemimpin dan tokoh rakyat Bekasi, seperti R. Soepardi, KH. Noer Alie, Namin, Aminudin, dan Marzuki Urmaini membentuk “Panitia Amanat Rakyat Bekasi” dan mengadakan rapat akbar di Alun-Alun Bekasi. Rapat raksasa tersebut dihadiri oleh ribuan rakyat dari berbagai pelosok Bekasi, dihasilkan beberapa tuntutan yang terhimpun dalam “Resolusi 17 Januari”, antara lain menuntut agar nama Kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi. Resolusi itu ditandatangani oleh Wedana Bekasi (A. Sirad) dan Asisten Wedana (R. Harun). Tuntutan tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari Mohammad Hatta, dan menyetujui penggantian nama “Kabupaten Jatinegara” menjadi “Kabupaten Bekasi”. Kemudian terbitlah Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 1950 yang ditetapkan pada tanggal 8 Agustus 1950 tentang Pembentukan Kabupaten-Kabupaten di Propinsi Jawa Barat, serta memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang berlakunya Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tersebut, maka Kabupaten Bekasi secara resmi terbentuk pada Tanggal 15 Agustus 1950, dan berhak mengatur rumahtangganya sendiri, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Pemerintah Daerah pada sat itu, yaitu UU No.22 Tahun 1948. Selanjutnya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II kabupaten Bekasi, bahwa Tanggal 15 Agustus 1950 sebagai HARI JADI KABUPATEN BEKASI, dan sebagai Bupati Bekasi Pertama adalah R.Suhandan Umar (sebelumnya Bupati Jatinegara). Kedudukan kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi tetap di Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta, Jakarta). Dalam perjalanannya kemudian, Kabupaten Bekasi mengalami perkembangan yang sangat pesat, menjadi kawasan industry yang mendunia, kawasan industry yang tidak hanya berisi pabrik-pabrik, tapi juga berdiri plaza, mal, perumahan, lapangan golf, pusat bisnis bahkan sekolah-sekolah unggulan. Di sisi lain, Kabupaten Bekasi kini telah mengalami pemekaran wilayah dengan terbentuknya Kota Bekasi, maka kini pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi berada di Cikarang Pusat (DesaSukamahi). Dengan terbentuknya Kota Bekasi, kita harus mampu menggali nilai-nilai kesejarahan yang ada di wilayah Kabupaten Bekasi tanpa harus meninggalkan kebersamaan sejarah dengan Kota Bekasi. Hal itu mampu meningkatkan rasa kebanggaan dan rasa memiliki yang tinggi sebagai warga masyarakat Kabupaten Bekasi.
Share:

Minggu, 08 Oktober 2017

Pelantikan dan Serah Terima Jabatan Pengurus RW 011




Bekasi - Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya warga RW 011 Perumahan Bekasi Timur Regensi blok K&V Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi memiliki Ketua RW baru, yaitu Bp. Sudiyo sebagai ketua RW terpilih periode tahun 2017-2022. Acara pelantikan dan serah terima jabatan ketua RW lama (plt) masa bakti 2015-2017 kepada ketua RW baru masa bakti 2017-2022 dilaksanakan tadi malam pada hari Sabtu, 7 Oktober 2017 di aula masjid Baitussalam dengan hikmat dan lancar.

Acara dihadiri oleh Kepala Desa Burangkeng Bp. Nemin bin H. Sain dan semua unsur masyarakat dari mulai ketua RT se-RW 011, tokoh masyarakat, pemuda, Ibu-ibu PKK serta Ibu-ibu Posyandu. Acara pelantikan dan serah terima jabatan RW dibuka oleh Bp. M. Taufik dilanjutkan dengan laporan panitia pemilihan RW oleh Bp. Edy Subroto, dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwasanya hasil pemilihan RW sudah sesuai dengan mekanisme dan tahapan-tahapan yang berlaku. Sambutan dilanjutkan oleh BBp. Hendy Alfriansyah selaku (plt) ketua RW011 lama, beliau menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada panitia pemilihan ketua RW yang telah bersusah payah dan ikhlas dalam mencari figur seorang RW dilingkungan RW011 dan seluruh masyarakat RW 0011 atas kepercayaannya dalam memimpin roda kepimpinan di RW 011.

Acara kemudian dilanjutkan dengan penyerahan dokumen pengurus RW oleh Bp. Hendy Alfriansyah sebagai pengurus RW lama dan Bp. Sudiyo sebagai pengurus RW baru secara simbolis. Acara selanjutnya adalah pembacaan dan penyerahan SK RW dari Desa Burangkeng oleh Bp. Nemin bin H. Sai selaku kepala Kepala Desa Burangkeng.

Selamat atas terbentuknya Kepengurusan RW.011 masa bakti 2017-2022. Semoga amanah yang diberikan oleh warga RW 011 dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan seluruh program kerjanya dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Amiin. 

Foto-foto kegiatan / acara serah terima jabatan ketua RW.011 lama kepada ketua RW baru :

Pelantikan Bp. Sudiyo selaku Ketua RW baru oleh Bp. Nemin bin H. Sain selaku Kepala Desa Burangkeng

Pemberian Tanda Terima Kasih dari Bp. Edy Subroto - Ketua Panitia Pemilihan kepada Bp. Hendy Alfriansyah - (plt) Ketua RW lama

Penandatanganan Serah Terima Jabatan (plt) Ketua RW lama oleh Bp. Hendy Alfriansyah 

Penandatanganan Serah Terima Jabatan Ketua RW baru oleh Bp. Sudiyo

Berikut barisan pengurus RW011 periode 2017-2022 :

Atas : Bp. Suparman, Dariyanto, Ali, Sarjito, Muhatim, Edy Subroto, Sudiyo, Wirianto, Anto, Masrur
Bawah : Bp. Agus, Yus Warsono, Sidiq, Sukamto, Iwan Eko, M. Taufik
(minus foto : Husny, Puji Widodo, Endro, Anas)


Share:
Copyright © Media Informasi Rukun Warga 011 | Powered by Sudiyo.ST Distributed By erwesebelas.com & Design by BE IT SOLUTION | Kab.Bekasi New